Tuesday, February 18, 2014

Hanya Diam

Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualnya di pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi kebutuhannya. Tetapi, ia terkenal sebagai orang yang sabar.

Pada suatu hari, seperti biasanya dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar kayu bakar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, "Minggir... minggir! kayu bakar mau lewat!."

Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya.Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia kemudian menyeret lelaki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.

Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu lalu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, "Mungkin ia tidak sengaja." Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim akhirnya berkata pada bangsawan itu, "Mungkin orang ini bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi."

Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata,"Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak dipasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!" dengan nada sedikit emosi."Pokoknya saya tetap minta ganti," lanjutnya.

Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, "Kalau engkau mendengar teriakannya, mengapa engkau tidak minggir?" Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak bersalah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya."

Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.

NamakuTanpaSpasi_Hanya Diam

Cermin Anak

Suatu ketika di sebuah sekolah, diadakan pementasan drama. Pentas drama yang meriah, dengan pemain yang semuanya siswa-siswi disana. Setiap anak mendapat peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh yang mereka perankan. Semuanya tampak serius, sebab Pak Guru akan memberikan hadiah kepada anak yang tampil terbaik dalam pentas.

Di depan panggung, semua orang tua murid ikut hadir dan menyemarakkan acara itu.

Lakon drama berjalan dengan sempurna. Semua anak tampil dengan maksimal. Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya, ada juga yang menjadi nelayan, dengan jala yang disampirkan di bahu. Di sudut sana, tampak pula seorang anak dengan raut muka ketus, sebab dia kebagian peran pak tua yang pemarah, sementara di sudut lain, terlihat anak dengan wajah sedih, layaknya pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para orang tua dan guru kerap terdengar, di sisi kiri dan kanan panggung.

Tibalah kini akhir pementasan drama.Dan itu berarti, sudah saatnya Pak Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah. Setiap anak tampak berdebar dalam hati, berharap mereka terpilih menjadi pemain drama terbaik. Dalam komat-kamit mereka berdoa, supaya Pak Guru akan menyebutkan nama mereka, dan mengundang ke atas panggung untuk menerima hadiah. Para orang tua pun ikut berdoa, membayangkan anak mereka yang terbaik.

Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian ia menyebutkan sebuah nama. Ahha... ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah-lah yang menjadi juara. Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak gembira. "Aku menang...", begitu ucapnya. Ia pun bergegas menuju panggung, diiringi kedua orangtuanya yang tampak bangga. Tepuk tangan terdengar lagi. Sang orang tua menatap sekeliling, menatap ke seluruh hadirin. Mereka bangga.

Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia sedikit bertanya-tanya kepada sang "jagoan", "Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas mendapatkannya. Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus sekali. Apa rahasianya ya, sehingga kamu bisa tampil sebaik ini? Kamu pasti rajin mengikuti latihan, tak heran jika kamu terpilih menjadi yang terbaik.." tanya Pak Guru. "Coba kamu ceritakan kepaa kami semua apa yang bisa membuat kamu seperti ini..."

Sang anak menjawab, "Terimakasih atas hadiahnya Pak. Dan sebenarnya saya harus berterimakasih kepada Ayah saya di rumah. Karena, dari Ayah lah saya belajar berteriak dan menjadi pemarah. Kepada Ayah-lah saya meniru perilaku ini. Ayah sering berteriak kepada saya, maka bukan hal yang sulit untuk menjadi seperti Ayah."

Tampak sang Ayah yang mulai tercenung. Sang anak mulai melanjutkan, "...Ayah membesarkan saya dengan cara seperti ini, jadi peran ini, adalah yang mudah buat saya..."

NamakuTanpaSpasi_cermin anak

Senyap. Usai bibir anak itu terkatup, keadaan tambah senyap.
Begitupun kedua orangtua sang anak di atas panggung, mereka tampak tertunduk. Jika sebelumnya mereka merasa bangga, kini keadaannya berubah. Seakan, mereka berdiri sebagai terdakwa, di muka pengadilan. Mereka belajar susuatu hari itu. Ada yang perlu di luruskan dalam perilaku mereka.


Kata Bijak hari ini!
Kegagalan adalah sesuatu yang bisa kita hindari dengan; tidak mengatakan apa-apa, tidak melakukan apa-apa, tidak mejadi apa-apa. (Denis Waitley)

Wednesday, February 12, 2014

Relatif

Panggung 1: Jauh di sebuah dusun nelayan dengan bau laut yang kental. Seorang paman menanyakan kabar keponakannya yang telah lama pergi ke kota. Dengan bangga, ibunya menjawab, "Syukurlah, sekarang hidup Bejo sudah enak. Dia bekerja sebagai petugas kebersihan di gedung tinggi."

NamakuTanpaSpasi_Relatif

Panggung 2: Di sebuah gedung perkantoran di tengah kota yang sibuk. Seorang bos berdasi menanyakan tentang pegawai yang tampak lusuh. Dengan gugup, manajernya menjawab, "Namanya Bejo pak! Pegawai redahan di bagian kebersihan. Sayang, nasibnya tidak sebaik namanya." Aha! Betapa relatifnya nilai sebuah pekerjaan. Dari satu sudut pandang, sesuatu yang di banggakan ternyata tak ubahnya cemoohan. Namun dari sudut lain, sebuah ejekan ternyata sumber harapan panjang. Begitulah bila pikiran mulai menilai-nilai apa yang disebut "kemujuran" hidup, maka pada saat yang sama ia memisah-misahkan orang ke dalam kelas-kelas yang berbeda. Padahal, melalui tatapan hati nurani, tiadalah lebih berharga jabatan tinggi di hadapan jabatan rendah. Ketika kamu menghargai dan membersihkan diri dari peringkat-peringkat "keberuntungan", di saat itu kamu mampu mendengar bisikan nurani.

Kata Bijak hari ini!
"Sedikit sekali orang kaya yang memiliki hartanya sendiri.
Hartalah yang memiliki mereka." (Robert G. Ingersoll)

Monday, February 10, 2014

Kamu dan Sang Kholik

Orang sulit dimengerti, tidak pikir panjang dan selalu memeikirkan diri sendiri, namun demikian... ampunilah mereka.
Bila kamu baik hati, orang mungkin menuduh kamu egois, atau punya mau. namun demikian... tetaplah berbuat baik.

Bila kamu jujur dan tulus hati, orang mungkin akan menipu kamu; namun demikian... tetaplah jujur dan tulus hati.

Hasil karya mu selama bertahun-tahun dapat dihancurkan orang dalam semalam; namun demikian... tetaplah berkarya.

Bila kamu menemukan ketenangan dan kebahagiaan, mungkin ada yang iri; namun demikian... syukurilah kebahgaiaan mu.

Kebaikan mu hari ini  gampang sering dilupakan orang; namun demikian... teruslah berbuat kebaikan.

Berikanlah yang terbaik dari anda dan itu pun tidak akan pernah memuaskan orang, namun demikian... tetaplah memberi terbaik.

Pada akhirnya...

Perkaranya adalah antara kamu dan Sang Kholik... dan bukan antara kamu dan mereka.
(Bunda Theresa)








Kata Bijak Hari ini!
Tiga sifat manusia yang merusak adalah, kikir yang di turuti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan.
(Nabi Muhammad SAW)

Friday, February 7, 2014

Merasa tidak nyaman?

Tertulis informasi dari Aisyah rha., istri Nabi saw., sebagaimana ditulis Imam Muslim dalah Shahih-nya:
Suatu malam, saat Nabi saw. tidur bersamaku, tiba-tiba beliau keluar kamar. Menyaksikan itu, aku merasa tidak nyaman. Sesaat kemudian, beliau kembali menemuiku. Saat itu, beliau terdiam sembari mengamatiku, sebelum kemudian, "Ada apa denganmu, Aisyah?" ucapnya.
Entahlah ...? Hatiku tidak enak. Bagaimana denganmu, apa engkau tidak merasakan sesuatu?" tanyaku pada beliau. Setan telah mendatangimu, Aisyah?" ucapnya singkat. Aku terkejut, dan tanpa pikir panjang,
"Ya, Rasulallah. Benarkah dalam diriku ada setan?" tanyaku.
"Ya!" jawab Nabi.
"Kalau begitu, dalam diri setiap manusia juga ada setan?" aku mengejar.
"Ya!"
"Lalu, bagaimana denganmu. Apakah sama?" aku makin penasaran.
"Ya! Hanya saja, Allah Swt. selalu melindungiku," jawab beliau menjelaskan. (H.r. Muslim, hadis no 2815).
Dalam kisah ini, Nabi saw. menjelaskan, bahwasanya setiap manusia-tanpa terkecuali-berpotensi diganggu setan, sekalipun seorang nabi.
doa sebelum tidur

Wednesday, February 5, 2014

Membelokkan kebenaran?

Bagaimana cara setan membelokkan kebenaran?
Dari buku "Nasihat Iblis" penulis akan ambil satu contoh, 'bertanya', misalnya.
Dalam Alquran, Allah menjelaskan bahwa "bertanya bagi orang yang tahu merupakan sikap yang benar", "...bertanyalah pada orang yang mempunyai pengetahuan bila kalian tidak mengetahui." (Q.s. an-Nahl [16]:43).

Namun, bagi setan, sikap yang benar tersebut akan ia belokkan ke arah tidak benar, yakni setan akan mempengaruhi manusia untuk selalu bertanya. Dampaknya, tanpa disadari, sikap 'bertanya' yang awalnya merupakan bentuk kesadaran diri atas sesuatu yang tidak diketahui, berubah menjadi sikap yang mencerminkan  kemalasan dalam belajar. Dengan kata lain:
  1. Saat 'bertanya' sudah menjadi kebiasaan (banyak bertanya), manusia akan malas belajar;
  2. Pelan tapi pasti, manusia enggan mencari jawaban menggunakan potensi akalnya yang diberikan Allah, karena ia menggantungkan jawaban pada akal orang lain;
  3. Saat jawaban dari orang lain gagal ia terapkan, ia akan mulai menyalahkan jawaban tersebut;
  4. Setelah itu, ia akan mengarahkan 'pertanyaan yang sama' pada orang berbeda guna mencari jawaban baru;
  5. Saat jawaban baru juga gagal diterakan , ia semakin kesal, hingga menyalahkan kedua jawaban tersebut;
  6. Hal ini, akan ia lakukan berulang-ulang sampai mendapat jawaban yang memuaskan; dan
  7. Pada kondisi demikian, kebenaran tidak lagi dinilai menggunakan dalil dan bukti-bukti yang kuat , melainkan menggunakan standar kepuasan nafsunya sendiri. Yakni, bila jawaban mendatangkan keuntungan bagi nafsunya,  itulah jawaban yang benar. Namun, bila jawaban merugikan kepentingan nafsunya , ia harus diabaikan, bahkan kalau perlu disalahkan.
"Bertanya itu menghidari kesesatan, namun banyak bertanya merupakan perilaku setan," atau "bertanya itu baik, namun banyak bertanya itu penyakit."

Saturday, February 1, 2014

Jendela Rumah Sakit

Jendela rumah sakit
Dua orang pria keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat disebuah kamar rumah sakit. Seorang diantaranya menderita sakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam setiap sore untuk mengosongkan cairan dalam perutnya. Kebetulan tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu.



Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus diatas punggungnya.
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi salama liburan.

Setiap sore ketika pria yang tempat tidurnya dekat dengan jendela diperbloehkan duduk didekat jendela, ia menceritakan tentang apa yang ia lihat diluar jendela kepada teman sekamarnya itu. Selama satu jam itulah pria kedua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada diluar sana.

“Diluar jendela tampak sebuah taman dengan kolam yang indah. Itik dan angsa berenang-renang cantik, sedangkan anak-anak bermain dengan perahu-perahu mainan. Beberapa pasangan berjalan bergandengan tangan ditengah taman yang dipenuhi beraneka macam bunga warna-warni pelangi. Sebuah pohon tua besar menghiasi taman itu. Jauh di atas sana terlihat kaki langit kota yang mempesona. Sebuah senja yang indah.”
Pria pertama itu menceritakan keadaan diluar jendela dengan detil. Sedangkan pria yang lain berbaring memejamkan mata membayangkan semua keindahan pemandangan itu. Perasaannya menjadi lebih tenang dalam menjalani kesehariannya dirumah sakit itu. Semangat hidupnya menjadi lebih kuat, percaya dirinya bertambah.

Pada suatu sore yang lain, pria yang duduk didekat jendela menceritakan tentang parade karnaval yang sedang melintas. Meski pria kedua tidak dapat mendengarsuara parade itu, namun ia dapat melihatnya melalui pandangan mata pria pertama yang menggambarkan semau itu denga kata-kata yang indah.
Begitulah seterusnya, dari hari ke hari. Dan satu minggupun berlalu.

Suatu pagi perawat datang membawa sebaskom air hangat untuk mandi. Ia mendapati ternyata pria yang berbaring didekat jendela itu telah mninggal dunia dengan tenang dalam tidurnya. Perawat itu menjadi sedih lalu memanggil perawat lain untuk memindahkannya ke ruang jenaazah. Kemudian pria yang kedua ini meminta kepada perawat agar ia bisa dipindahkan ke tempat tidur didekat jendela itu. Perawat itu menuruti kemauannya dengan senang hati dan mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika semuanya selesai, ia meninggalkan pria tadi seorang diri dalam kamar.

Dengan perlahan dan kesakitan, pria ini memaksa dirinya untuk bangun. Ia ingin sekali melihat keindahan dunia luar melalui jendela itu. Betapa senangnya akhirnya ia bisa melihat sendiri dan menikmati semua keindahan itu. Hatinya tegang, perlahan ia menjengukkan kepalanya kejendela disamping tempat tidurnya. Namun, seketika Ia terkejut dengan apa yang dilihatnya, Apa? Ternyata jendela itu menghadap ke sebuah TEMBOK KOSONG!!

Ia berseru memanggil kepada perawat dan menanyakan apa yang membuat kawan sekamarnya yang sudah meninggal tadi bercerita seolah-olah melihat semua pemandangan yang luar biasa indah dibalik jendela itu. Perawat itu menjawab bahwa sesungguhnya pria tadi adaalh sorang yang buta dan bahkan tidak bisa melihat tembok sekalipun. “Barangkali ia ingin memberimu semangat hidup”, kata perawat itu…

Renungan;

Kita percaya, setiap kata selalu bermakna bagi setiap orang yang mendengarnya. Sebagaimana dalam cerita Jendela Rumah Sakit. Setiap kata adalah layaknya pemicu yang mampu menelisik hati terdalam manusia, dan membuat kita tergerak untuk melakukan sesuatu. Kata-kata selalu bisa memacu dan memicu untuk menggerakkan setiap anggota tubuh kita dalam berpikir dan bertindak.

Kita percaya dalam setiap kata, tersimpan kekuatan yang sangat kuat. Kekuatan kata-kata akan selalu hadir pada kita yang percaya. Kita percaya kata-kata yang santun, sopan, penuh motivasi, bernilai dukungan akan memberikan kontribusi positif dalam setiap langkah manusia.



Ujaran-ujaran yang bersemangat, tutur kata yang membangun, selalu menghadirkan sisi terbaik dalam hidup kita. Ada hal-hal yang mempesona saat kita mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Menyampaikan keburukan sebanding dengan separuh kemuraman, namun menyampaikan kebahagiaan akan melipatgandakan kebahagiaan itu sendiri.

Kata bijak hari ini!
Jika kamu membuat seseorang bahagia hari ini, kamu juga membuat dia bahagia dua puluh tahun lagi, saat ia mengenang peristiwa itu. (Sydney Smith)